Setiap menjelang perayaan hari jadi Majalengka yang diperingati 7 Juni selalu saja menjadi perdebatan dan perbincangan panjang bahkan menjadi sebuah polemik antara pro dan kontra. Sejarah Majalengka yang diformalkan melalui Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 1982 tentang Hari jadi Majalengka yang jatuh pada 7 Juni 1490 masehi, kini ditentang oleh sebagian masyarakat, benarkah sudah setua inikah usia Majalengka ?
Sebelum versi resmi berdasarkan Perda Nomor 5 tahun 1982 yang menetapkan hari jadi pada 7 Juni dengan titi mangsa 1490, Majalengka juga punya hari jadi lain yang ditetapkan Pemkab 28 Oktober 1979, yakni 5 Januari dengan titi mangsa 1819, berdasarkan Staatsblad 23-1819. Namun Hari jadi 5 Januari, oleh Bupati Majalengka Muhammad S. Paindra, dicabut pada 25 Maret 1981, lalu ditetapkan 7 Juni hingga sekarang melalui Perda 5/1982.
Pertanyaannya, kenapa bisa terjadi demikian ?. Beberapa kalangan menilai penetapan Hari jadi Majalengka 7 Juni 1490 selain tidak kuat konstruksinya, juga mengandung banyak kelemahan berdasarkan historiografi serta dianggap tidak objektif dan faktual. Hal ini karena sejarah Majalengka saat ini adalah tidak lebih sebagai legenda atau mitos sejarah lisan, tanpa didukung sebuah data primer, sekunder, dan tersier sebagaimana kaidah ilmu sejarah.
Menurut Tatang Gantika, mantan Kepala Kantor Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Majalengka menyatakan penelusuran sejarah tempo dulu sudah menghasilkan penemuan tentang berdirinya Kabupaten Majalengka, yakni berdasarkan Besluit van commisarissen-General over Nederlandsch-Indie, tanggal 5 januari 1819, nomor.2, (stbld.1819 no 9) yang berisi ketentuan tentang pembagian keresidenan (residentie) Cheribon dan luasnya keregenan-keregenan (regentschappen) dari kerisedenan tersebut. Keresidenan Cheribon dibagi ke dalam lima keregenan (regentschappen), yakni : Cheribon, Begawan wettan, Madja, Galo dan Koeningan.
"Berarti regentschappen Madja atau Kabupaten Majalengka terbentuk berdasarkan besluit tanggal 5 Januari 1819 yang merupakan awal berdirinya Kabupaten Majalengka, " tegas Tatang beberapa waktu lalu kepada majalengka-online.com.
Dalam besluit tersebut disebutkan untuk keregenan Madja, dengan batas wilayah : jalan pos besar dari tempat penyebrangan di karrangsambong ke timur naik, sampai sungai Tjiepietjong di sekitar Djamblang; sungai ini ke arah atas sampai desa Lengkong, dari sana batas pemisah dari Keregenan Radjo Galo sekarang ini sampai puncak gunung Tjermaij, selanjutnya ke arah selatan batas pemisah Keregenan Talaga sekarang ini, sampai sungai Tjijolang, dan lalu ke arah baratdaya dan barat batas pemisah yang sama sampai batas pemisah dari keresidenan Cheribon dengan keregenan Sumadang dan batas pemisah ini ke arah utara sampai jalan pos besar di penyebrangan di Karrangsambong.
"Berdasarkan uraian tersebut, bila dikaitkan dengan Hari Jadi Majalengka sesuai dengan Staatsblad 1819 No.9 tertanggal 5 Januari 1819 No.23 menunjukan bahwa usia Kabaupaten Majalengka baru mencapai 191 tahun dan bila dikaitkan dengan perubahan nama Kabupaten Madja menjadi Kabupaten Majalengka sesuai dengan Staatsblad 1840 No.7 tanggal 11 Februari 1840 No.2 menunjukan bahwa usia Kabupaten Majalengka baru mencapai 170 tahun, " paparnya.
Versi Legenda
Dalam sebuah legenda disebutkan, Nyi Rambut Kasih dari Kerajaan Sindang Kasih (pusat pemerintahan Majalengka sekarang) jatuh cinta kepada Pangeran Muhammad yang keturunan Pangeran Panjunan, Cirebon. Syahdan, di Cirebon, dilanda wabah mematikan. Penyakit itu hanya bisa disembuhkan dengan buah pahit Maja. Lalu pergilah Pangeran Muhammad ke sebelah barat Cirebon. Namun, Pangeran Muhammad harus berperang melawan seorang wanita, Nyi Rambut Kasih. Dalam peperangan, Nyi Rambut Kasih menghilang bersama buah maja. Sejak itu, daerah itu bernama Majalengka, berasal dari kata " maja e langka" (buah Majanya tidak ada). Kisah Pangeran Muhammad yang selain mencari buah maja, sekaligus menyebarkan Islam, dipercaya cikal bakal pemberian nama Majalengka. Ini terjadi pada 10 Muharam 1412 tahun Hijriah, yang bila dikonversikan ke tahun Masehi jatuhnya pada 7 Juni 1490.
Versi lain berasal dari masa lebih muda, pada zaman kolonialisme Belanda. Disebutkan, di sebuah tempat di depan alun-alun (sekarang gedung DPRD Majalengka), ada pabrik kina "Maja L & Co". Pabrik itu menjadi tanda bagi masyarakat. Lalu terjadi keseleo lidah, hingga "Maja L & Co" dipercepat dengan "Maja elen ko", dan menjadi "Majalengka". Dari dua kisah di atas, sejak tahun 1980 dibentuk tim sejarah Majalengka untuk menentukan hari jadi, yang digunakan ialah versi pertama. Ketika itu, tim merujuk kisah Pangeran Muhammad, berkiblat pada Cirebon yang juga masih ada kaitan penyebaran Islam oleh Sunan Gunung Djati.
Benarkah banyak yang tidak suka dengan penetapan hari jadi berdasarkan pada dokumen Belanda tersebut, karena dianggap tidak nasionalis. Sementara data-data tertulis yang dimiliki saat ini berkaitan dengan sejarah daerah hanya pada dokumen-dokumen yang diterbitkan Pemerintah Hindia Belanda. Atau kita berpatokan dengan Hari Jadi Majalengka berdasarkan legenda atau mitos sebagaimana yang disebutkan diatas.
Oleh karena adanya polemik yang memang masih mengundang banyak kontroversi ini, pemerintah daerah Majalengka telah membentuk sebuah "Tim Penelusuran dan Pengkajian Sejarah Majalengka " atau disebut "Tim 22" yang diketuai oleh Nina Lubis. Diperkirakan, tim tersebut penyusunannya akan rampung Oktober 2010 mendatang.
Pembentukan Tim 22 tersebut tidak lain adalah meluruskan sejarah masa lalu Majalengka agar tidak intuisi imajinatif tetapi berdasarkan data dan fakta ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kita tunggu saja hasil penyusunan sejarah masa lalu Majalengka, apakah hari ini adalah akhir perayaan angka usia 520 tahun atau tetap tahun depan bertambah menjadi 521tahun atau malah usia Kabupaten Majalengka lebih mudah sebagaimana disebutkan dalam besluit yakni 170 tahun atau 192 tahun.
Sumber :
http://majalengka-online.com/Sosial-Budaya/sejarah-majalengka-masih-penuh-kontroversi.html
16 Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar